DPU Pengairan Banyuwangi Geser Pola Tanam, Petani Jadi Garda Terdepan Konservasi Air

$rows[judul]

BANYUWANGI — Di tengah pola iklim yang semakin tidak menentu, Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Pengairan Kabupaten Banyuwangi mengambil inisiatif strategis untuk memitigasi risiko kekeringan dan gagal panen.

Fokus utama kini diarahkan pada pengarusutamaan Rencana Tata Tanam Global (RTTG), sebuah kerangka penjadwalan tanam yang bertujuan menciptakan efisiensi penggunaan air irigasi sekaligus menjaga produktivitas pertanian.

Plt. Kepala DPU Pengairan Banyuwangi, Riza Al Fahroby, menekankan bahwa penerapan RTTG adalah langkah krusial untuk menyelaraskan ambisi produksi petani dengan realitas kapasitas sumber air. Ia menyoroti bahwa inkonsistensi pola tanam yang dilakukan sebagian petani di luar jadwal yang disarankan sering kali menjadi penyebab utama terganggunya panen.


Baca Juga : Bangga! Siswa SMPN 1 Banyuwangi Juara Sabet Mendali Emas OSN 2025

“Idealnya, kami mendorong pola dua kali tanam padi dan satu kali tanam palawija dalam setahun. Rotasi ke palawija sangat penting karena tanaman ini membutuhkan debit air yang jauh lebih rendah. Sistem ini dirancang untuk menjaga agar ketersediaan air tetap terkendali dan berkelanjutan,” jelas Riza.

Riza mengakui bahwa masih ada tantangan di lapangan, di mana sebagian petani ‘memaksakan’ menanam padi di luar jadwal RTTG, terutama saat debit air sedang menurun. Keputusan ini, katanya, berisiko tinggi.

“Menanam padi saat pasokan air irigasi tidak mencukupi pasti berdampak pada pertumbuhan dan hasil panen yang tidak maksimal. RTTG adalah instrumen manajemen risiko untuk menghindari kondisi tersebut,” tambahnya.

Oleh karena itu, keberhasilan RTTG sangat bergantung pada koordinasi horizontal antara petugas teknis dan komunitas petani. DPU Pengairan mengaktifkan jalur komunikasi melalui Petugas Pintu Air (PPA) dan Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) untuk memastikan sosialisasi jadwal dan pembagian air berjalan efektif hingga ke tingkat akar rumput.

Dalam skema RTTG, DPU Pengairan bertanggung jawab penuh mengatur debit air yang dilepaskan dari bendungan ke saluran utama. Namun, pembagian air dari saluran utama hingga ke petak-petak sawah menjadi tanggung jawab PPA dan P3A.

“Kami mengatur debit air secara makro, misalnya 50 liter per detik, tetapi bagaimana air itu dibagi secara adil dan efisien di tingkat lokal, itu adalah peran sentral P3A. Kerja sama di tingkat petani sangat menentukan efektivitas konservasi air kita,” tegas Riza.

Langkah ini menegaskan bahwa Pemerintah Kabupaten Banyuwangi tidak hanya berinvestasi pada infrastruktur fisik, tetapi juga pada manajemen berbasis data dan partisipasi aktif masyarakat. Dengan disiplin RTTG, Banyuwangi menargetkan pertanian yang tangguh terhadap iklim, efisien air, dan mampu menjamin ketahanan pangan di masa depan.