BANYUWANGI — Di tengah pola iklim yang semakin tidak
menentu, Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Pengairan Kabupaten Banyuwangi mengambil
inisiatif strategis untuk memitigasi risiko kekeringan dan gagal panen.
Fokus utama kini diarahkan pada pengarusutamaan Rencana Tata
Tanam Global (RTTG), sebuah kerangka penjadwalan tanam yang bertujuan
menciptakan efisiensi penggunaan air irigasi sekaligus menjaga produktivitas
pertanian.
Plt. Kepala DPU Pengairan Banyuwangi, Riza Al Fahroby,
menekankan bahwa penerapan RTTG adalah langkah krusial untuk menyelaraskan
ambisi produksi petani dengan realitas kapasitas sumber air. Ia menyoroti bahwa
inkonsistensi pola tanam yang dilakukan sebagian petani di luar jadwal yang
disarankan sering kali menjadi penyebab utama terganggunya panen.
“Idealnya, kami mendorong pola dua kali tanam padi dan satu
kali tanam palawija dalam setahun. Rotasi ke palawija sangat penting karena
tanaman ini membutuhkan debit air yang jauh lebih rendah. Sistem ini dirancang
untuk menjaga agar ketersediaan air tetap terkendali dan berkelanjutan,” jelas
Riza.
Riza mengakui bahwa masih ada tantangan di lapangan, di mana
sebagian petani ‘memaksakan’ menanam padi di luar jadwal RTTG, terutama saat
debit air sedang menurun. Keputusan ini, katanya, berisiko tinggi.
“Menanam padi saat pasokan air irigasi tidak mencukupi pasti
berdampak pada pertumbuhan dan hasil panen yang tidak maksimal. RTTG adalah
instrumen manajemen risiko untuk menghindari kondisi tersebut,” tambahnya.
Oleh karena itu, keberhasilan RTTG sangat bergantung pada
koordinasi horizontal antara petugas teknis dan komunitas petani. DPU Pengairan
mengaktifkan jalur komunikasi melalui Petugas Pintu Air (PPA) dan Perkumpulan
Petani Pemakai Air (P3A) untuk memastikan sosialisasi jadwal dan pembagian air
berjalan efektif hingga ke tingkat akar rumput.
Dalam skema RTTG, DPU Pengairan bertanggung jawab penuh
mengatur debit air yang dilepaskan dari bendungan ke saluran utama. Namun,
pembagian air dari saluran utama hingga ke petak-petak sawah menjadi tanggung
jawab PPA dan P3A.
“Kami mengatur debit air secara makro, misalnya 50 liter per
detik, tetapi bagaimana air itu dibagi secara adil dan efisien di tingkat
lokal, itu adalah peran sentral P3A. Kerja sama di tingkat petani sangat
menentukan efektivitas konservasi air kita,” tegas Riza.
Langkah ini menegaskan bahwa Pemerintah Kabupaten Banyuwangi
tidak hanya berinvestasi pada infrastruktur fisik, tetapi juga pada manajemen
berbasis data dan partisipasi aktif masyarakat. Dengan disiplin RTTG,
Banyuwangi menargetkan pertanian yang tangguh terhadap iklim, efisien air, dan
mampu menjamin ketahanan pangan di masa depan.